Poligami Menurut Islam

Rabu, 25 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Berbicara tentang poligami, ini bukan lagi merupakan pembicaraan yang baru dikenal dan hal yang baru ada dikehidupan manusia, bahkan poligami merupakan warisan yang membudaya dikehidupan manusia. Akan tetapi masalah poligami akhir-akhir ini masih saja menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai baik dikalangan orang muslim sendiri ataupun non muslim, meski mereka sudah tahu bahwa hal itu merupakan suatu ajaran atau syari'ah yang harus diterima keberadaannya.
Poligami bukan hanya gencar menjadi pembicaraan dikalangan muslim saja, orang non muslim juga tak habis-habisnya mempermasalahkan praktek poligami, bahkan mereka sampai melontarkan tuduhan pada Nabi kita bahwa beliau adalah orang hiperseksual. Tapi kalau merunut pada sejarah dan Al-kitab yang mereka miliki ternyata para pendahulu-pendahulu mereka bahkan para nabi-nabi mereka sudah terbiasa melakukan praktek poligami.
Dan poligami dalam islam adanya bukan tanpa tujuan dan alasan yang rasional, seperti yang kita ketahui bahwa semua yang telah menjadi aturan dan hukum dalam islam itu sudah ada alasan dan hikmah yang terkadang kita kurang menyadari dan memahami.

B.      Rumusan masalah
Dengan beberapa latar belakang diatas penulis akan merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam bab pembahasn nanti:

a.       Apa itu poligami?
b.      Prosedur poligami?
c.       Hikmah-hikmah poligami?
d.      Apa alasan islam dalam memperbolehkan poligami?

C.      Tujuan penulisan
Kami sebagai penyusun makalah pastinya punya tujuan yang berkaitan dengan isi, praktek dari isi makalah dan lainnya, antara lain:
a.       Untuk memenuhi tugas yang dipercayakan oleh dosen pada kami.
b.      Agar dapat mengikuti program perkuliahan secara  optimal dan maksimal.
c.       Belajar mencari sumber-sumber masalah yang akurat
d.      melatih diri dalam penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Defenisi poligami
Kata poligami berasal dari bahasa yunani, poly atau polus yang berarti kawin atau perkawinan. Jada secara bahasa, poligami berarti suatu perkawinan yang banyak  atau suatu perkawinan yang lebih satu orang baik pria maupun wanita.[1] Atau,’’seorang laki-laki beristri lebih dari seorang,tetapi dibatasi paling banyak empat orang’’.[2]
Dalam antropologi sosial, Poligami merupakan praktek pernikahan kepada lebih dari satu istri atau suami. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu : Poligini ( Seorang pria memiliki beberapa orang istri); Poliandri ( Seorang wanita memiliki beberapa orang suami ) dan Group Marriage atau Group Family ( yaitu gabungan dari poligini dengan poliandri, misalnya dalam satu rumah ada lima laki-laki dan lima wanita, kemudian bercampur secara bergantian ). ketiga bentuk poligami itu ditemukan dalam sejarah manusia, namun poligini merupakan bentuk paling umum. Poligami ( dalam makna Poligini ) bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam datang, peradaban manusia di berbagai belahan dunia sudah mengenal poligami.
Allah SWT memperbolehkan berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka,yaitu adil dalam melayani istri,seperti urusan nafkah,tempat tinggal,pakaian,giliran dan segala hal yang bersifat lahiriyah.
Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja(monogami). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Q.S.3 ayat 3

÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ

3.  Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[3],


Maka (kawinilah) seorang saja[4], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Berkaitan dengan masalah ini, Rasyid ridha mengatakan,sebagaimana yang di kutip oleh masyfuk zuhdi[5],sebagai berikut:
Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/madharat dari pada manfaatnya, karena manusia,karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu,iri hati,dan suka mengeluh. Watak-watak ini akan muncul jika hidup dalam kehidupan poligamis. Dengan demikian poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya,maupun konflik antara istri berserta anak-anaknya masing-masing.
Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah monogami,sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/watak cemburu,iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis.
Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis,orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu dan iri hati/dengki,dan suka mengeluh dalam kadar tinggi,sehinga bisa menggangu ketenangan keluarga dan dapat membahayakan keutuhan keluarga.
Karena itu, poligami hanya di bolehkan,bila dalam keadaan darurat,misalnya istri dalam keadaan mandul,sebab munurut islam,anak itu merupakan investasi amal yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meningal dunia,yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan yang saleh yang selalu berdoa untuknya. Maka dalam keadaan istri mandul dan suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis, suami diizinkan berpoligami dengan syarat dia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil.
Dalam hal apa suami wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya ketika berpoligami?
Suami wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya dalam urusan: pangan,pakaian,tempat tinggal,giliran berada pada masing-masing istri,dan lainnya yang bersifat kebendaan,dan tidak membedakan istri yang kaya dan yang miskin atau dari golongan tinggi dengan golongan bawah.
Jika suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak istrinya hanya tiga orang, maka ia haram menikahi istri yang keempatnya, bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak istri dua orang, maka ia haram menikahi istri yang ketiganya,dan seterusnya.

Berkenaan dengan ketidakadilan suami terhadap istri-istrinya, Nabi bersabda:[6]
عن أَبِي هُريْرَة أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله على وسلمَ قال: مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَ أَتَانِ فَمَالَ اِلَى اِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقَهُ مَائِلُ (رواه ابودا ود والترمذى والنسائ وابن حبَان)
                Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Barang siapa yang mempunyai dua orang istri, lalu memberatkan kepada salah satunya, maka ia akan dating pada hari kiamat dengan bahunya miring.
                Mengenai adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih saying, Abu Bakar bin Araby mengatakan bahwa hal ini berada diluar kesanggupan manusia, sebab cinta itu adanya dalam gengaman Allah SWT yang mampu membolak-balikkannya menurut kehendaknya. Begitu pula dengan hubungan seksual, terkadang suami bergairah dengan istri yang satu, tetapi tidak bergairah dengan istri yang lain.
                Dalam hal ini, apabila tidak di sengaja, ia tidak terkena hukum dosa karena berada diluar kemampuannya. Oleh karena itu ia tidak dipaksa untuk berlaku adil.[7]
                Dalam kaitan ini, Aisyah r.a. berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله على وسلمَ يَقْسِمُ فَيَعْدِ لُ وَيَقُو لُ: اَللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِى فِيْمَا اَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِى فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ اَمْلِكُ, قَالَ اَبُوْدَاوُدَ يَعْنِى اَلْقَلْبُ (رواه ابودا ود والترمذى والنسائ وابن حبَان).
Rasulullah SAW selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil. Dan beliau pernah berdoa: Ya Allah,ini bagianku yang dapat aku kerjakan. Karena itu,janganlah engkau mencelakakanku tentang apa yang engkau kuasai sedangkan aku tidak menguasainya. Abu Daud berkata: yang dimaksud  dengan ‘Engkau kuasai tetapi aku tidak menguasai’ yaitu hati.
B.      Prosedur poligami
Mengenai prosedur atau tata cara poligami yang resmi diatur oleh islam memang tidak ada ketentuan secara pasti. Namun di indonesia dengan kompilasi hukum islamnya telah menggatur hal tersebut sebagai berikut[8]:

Pasal 56
1.       Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama.
2.       Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur  dalam Bab VIII peraturan pemerintahan No.9 Tahun 1975.
3.       Perkawinan dengan istri kedua,ketiga,atau keempat tampa izin dari pengadilan agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.


Pasal 57
Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a.       Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
b.      Istri dapat mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan.
c.       Istri tidak dapat melahirkan keturunan.


Pasal 58
1.        Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin dari peradilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pada pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
a.       Adanya persetujuan istri.
b.      Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

2.       Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri –istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan lisan istri pada sidang pengadilan agama.

3.       Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberi persetujuan , dan permohonan untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang di atur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.










C.      Hikmah poligami

Mengenai hikmah dizinkan berpoligami(dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil)antara lain adalah sebagai berikut:

1.       Untuk mendapat keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
2.       Untuk menjaga keutuhan keluarga tampa menceraikan istri, sekalipun istri tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai istri,atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3.       Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis ahklak lainnya.
4.       Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis ahklak.

Tentang hikmah diizinkannya Nabi Muhammad beristri lebih dari seorang, bahkan melebihi jumlah maksimal yang diizinkan bagi ummatnya adalah sebagai berikut:

1.       Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Istri Nabi sebanyak 9 orang itu bisa menjadi sumber informasi bagi umat islam yang ingin mengetahui ajaran nabi dalam berkeluarga dan bermasyarakat, terutama masalah kewanitaan/kerumahtanggaan.
2.       Untuk kepentingan politik untuk mempersatukan suku-suku bangsa arab dan untuk menarik mereka masuk agama islam. Misalnya perkawinan Nabi dengan Juwairiyah, putri Al-Harits (kepala suku Bani Musthaliq). Demikian pun perkawinan Nabi dengan Shafiyah (seorang tokoh Bani Quraizhah dan Bani Nazhir).

3.       Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Misalnya perkawinan nabi dengan dengan beberapa janda pahlawan islam yang telah lanjut usianya, seperti Saudah binti Zum’ah (suami meninggal setelah kembali dari hijrah Abessinia), Hafshah binti Umar (suami gugur di Badar), Zainab binti Khuzaimah (suami gugur di uhud), dan Hindun Ummu Salamah (suami gugur di Uhud). Mereka memerlukan pelindung untuk melindungi jiwa dan agamanya, serta penangung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.[9]



D.      Hikmah dilarang nikah lebih dari empat.
1.       Batas maksimal beristri bagi manusia biasa adalah empat istri. Jika lebih dari empat istri berarti melampui batas kemampuan, baik dari segi kemampuan fisik ,mental,maupun tanggung jawab, sehingga nantinya akan repot sendiri,bingung sendiri, dan akhirnya menimbulkan ganguan kejiwaan.
2.       Karena melampaui batas kemampuan, maka ia akan terseret melakukan kezaliman(aniaya),baik terhadap dirinnya sendiri maupun istri-istrinya.
3.       Manusia biasa pada umumnya di domisili oleh nafsu syahwatnya, yang cenderung melakukan penyimpangan-penyimpagan,sehinga ia tidak mempunyai kekuatan untuk memberikan hak-hak kepada istri-istrinya.





[1] Beni Ahmad Saebani,fiqih munakahat 2,(bandung:pustaka setia,2001, hal.151
[2] Slamet Abidin dan H.Aminuddin,fiqih munakahat(bandung:pustaka setia,1999,cet.ke 1,h.131
[3] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah
[4]   Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
[5] Mahfuz  Zuhdi, Masail fiqhiyah:Kapita selekta hukm islam,(Jakarta:PT.Gita karya,1988),cet. Ke-1 h.12
[6] Nashiruddin Al Albani, ShahihSunan At-Tirmidzi,,kitab nikah,( Jakarta: PustakaAzam, 2006) h.210
[7] Nashiruddin Al Albani, ShahihSunan At-Tirmidzi,,kitab nikah,( Jakarta: PustakaAzam, 2006) h.214

[8] H.Abdurrahman,Kompilasi hukum islamdi Indonesia,(Jakarta: CV.Akedemika pressindo,1995, cet ke-2 ,h.114
[9] Abdur rahman ghozali,fiqih munakahat ,cet ke 3,hal 140

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda!!



Pengikut

Costomer Service

Tayangan Laman

Blog Archive

Translete

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Auto Ping

Ping your blog, website, or RSS feed for Free Ping your blog, website, or RSS feed for Free