Islam Asia Tenggara

Rabu, 25 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan Islam awal di Asia Tenggara dapat diklasifikasikan menjadi tiga Fase; pertama fase singgahnya para pedagang Muslim di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara. Kedua adalah adanya komunitas-komunitas Muslim dibeberapa daerah di Nusatanra. Ketiga  adalah fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Proses islaminasasi massif di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan dari peranan kerajaan Islam (kesultanan). Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak hanya dalam pemapanan kesultanan sebaga institusi-instituti Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.
Sejak kehadirannya, kesultanan islam menjadi kekuatan vital dalam perdagangan bebas internasional. Athony Reid bahkan menyebutkan masa kesultanan Islam Nusantara sebagai the age of commerce (masa perdagangan). Dalam masa perdagangan bebas internasional ini, kesultanan mencapai kemakmuran yang pada gilirannya sanga menentukan bagiperkembangan Islam secara keseluruhan di Asia Tenggara.
Di antara kerajaan Islam yang dimaksud  adalah kerajaan Samudra Pasai, kesultanan Malaka, kesultanan Aceh Darussalam, dan Palembang. Di jawa terdapat antara lain Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram, Kesultanan Cirebon dan Banten. Contoh lain adalah kerajaan Ternate. Islam masuk kekerajaan Maluku ini pada Tahu 1440 Raja seorang Muslim bernama Bayang Ullah. Walaupun Raja sudah masuk Islam namun belum menerapakan Islam sebagai institusi politik kesultanan Ternate baru menjadi institusi politik Islam setelah kerajaan Ternate dengan Sultan pertamanya Sultan Zainal  Zainal Abidin pada tahun 1486. Keraan yang menjadi representasi Islam dimaluku  adalah Tidore dan keraan Bacan, banyak kepala-kepala suku  di papua yang memeluk Islam. Institusi lainnya di kalimantan adalah kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai.


BAB II
Islam pada Masa Kesultanan di Asia Tenggara
A.   Kerajaan Samutra Pasai
Aceh yang secara geografisterletak di Utara pulau Sumatra, dipandang sebagai daerah pertama yang menerima Islam di Nusantara. Konon kerajaan islam Perlak telah berdiri sejak abad ke- 9 M. Pendapat ini yang telah dikemukakan oleh Yusuf Jamil dan Hasyim, yang konon telah didirikan pada 225 H / 845 M. Pendirinya adalah pera pelaut pedagang Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat yang mula-mula datang untuk meng Islamkan penduduk setempat. Namun menurut Azra sampai sst ini belum ada bukti akurat yang bisa dipegangi bahwa pada pertengahan abad ke- 9 M telah terdapat entitas politik Muslim dikawasan ini disebut ‘’Kesultanan Perlak’’.
Kerajaan berikutnya adalah Samutra Pasai yang merupakan kerajaan Kembar. Kerajaan ini yang terletak di pesisir timur laut Aceh, dan diperkirakan mulai berdiri pada awal atau pertengahan abad ke- 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke- 7 dan ke- 8 M dan seterusnya. Keberadaan kerajaan ini dibuktikan oleh adanya batu nisan tersebut dari granit asal samudra Pasai. Dibatu nisan itu tertulis nama raja pertama kerajaan itu, Malik al-saleh, yang meninggal pada waktu bulan Ramadhan tahun 696 H, diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Malin al-saleh adalah pendiri kerajaan sekaligus raja pertama kerajaan ini. Hal ini diketahui melalui cerita lisan secara turun temurun yang kemudian dibukukan dalam hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu,  dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjan Barat.
Tidak banyak informasi dapat diperolaeh tentang kesultanan ini. Informasi tentang kerajaan ini diperoleh dan laporan Marpocolo, seorang pengembara yang dalam perjalanannya dari Cina ke Persia tahun 1292 M, dia menyatakan telah mengunjungi enam dari delapan negara vasal yang ada  di Sumatera. Menurutnya hanya satu diantara delapan negara yang telah memeluk agam Islam yaitu ferlece yang kemudian dikenal dengan Perlak,. Para pedagang Muslim telah mengislamkan masyarakat perkotaan sementara masyarakat yang dipedalaman masih melanjutkan tradisi lama mereka.
Informasi lainnya diperoleh dari cataatn Cina pada awal tahun 1282 yang memberikan laporan tentang adanya urusan dari Sa-mu-ta-la (Samudera) ke kaisaran Cina dengan nama islam yaitu Sulaiman dan Husein. Interaksi antar penduduk pribumi dengan pedagan Muslim dari Arab, Persia dan Hindia. Dalam hikayat Rja-raja Pasai diceritakan bahwa  raja mereka merah silu adalah orang pertama yang memeluk agama Islam dikerajaan itu.
Informasi lain tentang kesultanan ini diperoleh dari ibnu Batutah, seorang pengembara terkenal asal Marokko, yang pada tahun 1345 M mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera Pasai diperintahkan oleh Sultan Al-Maalik Al-zahit, Putera sultan Malik al-Saleh. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir se Abad lamanya disiarkan disan.
Kerajaan Islam tertua ini menjadi pusat kegiatan keagamaan yang utama dikepulauan Samudera kali ini. Disini pela peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan mekar. Pasai bukan hanya saja menjadi tumpuan perhatian para pedagang Arab dan Parsi, tetapi juga menarik perhatian para ulama dan cebdikiawan dari negeri Arab dan Parsi untuk datang ke kota ini dengan tujuan menyebarkan agama dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu-ilmu yang di ajarkan dilembaga-lembaga Pendidikan Islam antar lain dasar-dasar ajaran Islam , hukum Islam, Ilmu kalam dan Teologi, Ilmu Tasawuf , Ilmu Tafsir dan Hadits, dan barbagai ilmu agama lainnya. Seperti ilmu Mantiq (logika), nahu (tata bahasa Arab), sejarah, anstronomi, Ilmu ketabiban. Selain ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, kesusaatraan Arab dan Parsi turut pula diajarkan.
Kerajaan Samudera pasai muncul seiring dengan mundurnya peranan Maritim Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting dii kawasan samudera dan di sekelilingnya. Sesuai dengan posisi geografisnya, kerajaan maritim ini lebih mengandalkan perdagangan dan pelayaran sebagai basis perekonomiannya, karena ia tidak mempunyai basis agraris pengawasannya terhadap perdaghangan dan pelayaran memungkinkannya untuk memiliki otoritas dalam memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Tome Pires menyebutkan bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dikenakan pajak sebanyak 6%.
Pada  masa uang dirham dari samudra pasai tertulis nama-nama sultan yang memerintah samudra pasai pada abad ke 14 M dan 15 M. H.K.J Cowan adalah salah seorang yang telah melakukan penelitian terhadap mata uang tersebut untuk mengali lebih jauh tentang Kerajaan Samudera Pasai. Dari mata uang tersebut dapat di ketahui nama-nama raja yang memerintah dan urutan-urutannya sebagai berikut :
1)      Sultan Malim Al-Saleh, memerintah sampai tahun 1207 M.
2)      Muhammad Malik Al Zahir, ( 1297-1326 M )
3)      Mahmud Malik Al Zahir, ( 1326-1345 M. )
4)      Mansur Malik Al Zahir, ( 1345-1346 M. )
5)      Ahmad Malik Al Zahir, ( 1346- 1383 M. )
6)      Zainal Abidi Malik Al Zahir, ( 1383-1405 M. )
7)      Nasrasyah,( 1402-? )
8)      Abu Zaid Malik Al Zahir,( ?- 1455 M.)
9)      Mahmud Malik Al Zahir,( 1455-1477 M.)
10)   Zaid Al Abidin, ( 1477-1500 M.)
11)   Abdullah Malim Al Zahir,( 1501- 1513 M.)
12)   Zain Al Abidin, ( 1513-1524 M.)

B.    Kesultanan Malaka
Kesultana malaka merupakan kerajaan islam kedua di Asia Tenggara. Kesultana  ini berdiri pada awal abad ke 15 Masehi. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari Kerajaan Samudera Pasai yang kalah bersaing. Sejauh menyangkut penyebaran islam di tanah Melayu, peranan Kesultana Malaka sama sekali tidak dapat di kesampingkan dalam proses islamisasi, karena konversi melayu terjadi terutama selama periode Kesultana Malaka pada abad ke 15 Masehi.
Pembentukan negara Malaka disinyalir ada kaitannya dengan perang saudara di Majapahit setelah Haya Wuruk (1360-1389M) meninggal dunia. Sewaktu perang saydara tersebut, para meswara, putra raja sriwijaya – Palembang turut terlibat karena ia menikah dengan seorang putri Majapahit.para meswara kalah pada perang tersebut dan melarikan diri ke Temmasik (sekarang Singapura) yang berada dibawah pemerintah Siam saat ini. Beliau membunuh penguasa termasik, yang bernama Temagi dan kemudian menobatkan dirinya sebagai penguasa baru. Persoalan ini diketahui oleh kerajaan Siam dan memutuskan untuk menuntut balaas oleh kematian Temagi. Para meswara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya sampai di Malaka lalu membuka sebuah kerajaan baru disana pada tahun 1402 M. Menurut persi ini, kedatangan Islam ke Malaka pada tahun 1414 M, ketika para meswara menganut Islam dan menukar namanya menjadi Megat Iskandar Syah. Pengislamannya diikuti oleh pembesar-pembesar istana dan rakyat jelata. Dengan demikian Islam mulai tersebar di Malaka.
Para meswara atu Mega Iskandar Syah memerintah selama 20 tahun.  Baginda mendapatkan Malaka sebagai sebuah kampung dan meninggalkannya sebagai sebuah kota serta pusat perdagangan terpenting di selat Malaka, sehingga orang-orang arab menggelarnya sebagai malakat (penghimpunan segala perdagangan). Ketika sejarah melayunya turut menceritakan sejarah malaka, mega Iskandar Syah, adalah orang pertama di kesultanan itu yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya baik yang berkedudukan tinggi maupun rendah untuk menjadi muslim.
Di negara Malaka yang terkenal sebagai sebagai pusat perdaganggan internasional, para sultan turut mendukung proses Islamisasi, dengan turu meningkatkan pemahaman terhadap Islam dan pengalaman islam. Pemerintah memberikan kontribusi yangg besar dalam mensukseskan kegiatan dakwa. Kaum ulama saat itu sangat dihormati dan dihargai. Kadi dan ahli fikih mempunyyai kedudukan yang sama dengan pembesar negara yang lain. Sebagai ilustrasi, Whid mengemukakan contoh menarik mengenai status tunggi yang dinikmati oleh para kadi dan sarjana muslim ini. Katanya seorang guru dari Arab, bernama Makhdum sadr Johan, bisa menolak untuk mengajar penguasa Malaka, Sulttan Mahmud Syah, ketika yang terakhir ini mendatangi ruang kelas nya dengan menunggang seekor gajah. Hal yang sama juga terjadi pada menteri kepala bendahara, ketika terakhir ini mendatangi kelasnya sambil minum. Penguasa Malaka yang lain, Sultan Mannsur Syah, dikisahkan konon telah mencari nasihat keagamaan dari Makhdum Patakan, sufi alim yang sangat terkenal dari Pasai. Ini menunjukkan bahwa para ulama sangat dihormati dan dihargai.
Selain turut mendalami ajaran Islam, para sultan juga diceritakan turut meningkatkan Syiar Islam. Sejarah melayu menceritakan bahwa dibulan ramadhan, Sultan bersama pembesar istana turut berangkat ke Mesjid melaksanakan shalat tarwih, dimana kala itu mesjid menjadi tumpuan umat Islam terutama pada bulan ramadhan. Sultan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua ulama dari jawa yang begitu terkenal sebelumnya, menamatkan kajiannya di Malaka. Adalah melalui kekuasaan kerajaan Malaka, Islamisasi kepulauan mendapat dorongan baru. Malaka menjadi salah satu pusat kunci dari mana islam baerkembang dari sepanjang pesisir ke wilayah-wilayah  seperti kepulauan Sulu di Filifina.
Dengan demikian dapat disimpulkan dimulai dari paroh abad ke- 15, Islam telah menjadi unsur penting yang tidak terpisahkan dari kehidupan Malaka, pusat kunci dari mana islam menyebar keseluruh bagian lain Nusantara. Sebagai pusat pengajian Islam. Langkah para sultan menitikberatkan pada pelayanan terhadap alim ulama memungkinkan islam berkembang pesat. Sementara itu, islam yang mempunyai dasar filosofis dan rasional yang kuat, mempengahuri berbagai aspek kehidupan Melayu. Dalam kehidupan sehari-hari, ajaran Islam dan nilai yang konsisten dengan islam, menjadi sumber penuntun hidup yang penting bagi Melayu.
C.    Kesultanan Aceh Darussalam
a.    Kedatangan dan Penetrasi Islam
Aceh yang secara geografi terletak di utara Pulau Samudera, dipandang sebagai daerah pertama yang menerima Islam di Nusantara. Konon kerajaan Islam Perlak telah berdiri sejak abad ke- 9 M. Kerajaan Islam berikutnya adalah Samudera Pasai yang berdiri sejak akhir abad ke- 13 M. Sementara Kesultanan Aceh Darussalam diduga berduga berdiri pada abad ke- 15 M di atas puing-puing kerajaan Lamuri oleh Sultan dialahkota  yang membangun kota Aceh mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M).
Namun demikian, H.J de Graaf dan Denys Lombard dengan mengutip Tome Pires menyebutkan bahwa sultan pertama kerajaan Aceh adalah Ali Mughayat Syah. Tidak diketahui kapan ia naik tahta kerajaan ini. Ia digambarkan oleh Times Pires sebagai seorang raja Muslim yang gagah perkasa yang berhasil menggabungkan beberapa pelabuhan dagang dibawah kekuasaan. Pada masa pemerintahannya di mughayah syah meluaskan wilayah kekuasaannya kedaerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada Thun 1524 M. Dengan kemenangannya terhadp dua kerajaan tersebu, ia dengan mudah dapat melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatra Timur. Keberhasilan dalam menguasai beberapa wilayah dan menggabungkan menjadi kesultanan Aceh Darussalam itulah menyebabkan ia di anggap sebagai pendiri kekuasaan Aceh sesungguhnya. Ali mughayat syah digantikan oleh anak sulungnya, Salah ad-Din (1528-1537). Ia menyerang Malaka pada Tahun 1537, tetapi mengalami kegagalan. Salah ad-din digantikan oleh saudaranya, Alauddin Ri’ayah Syah al-kahhar (1537-1568). Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Aru dan Johor bahkan dengan bantuan persenjatahan Dinasti Ottoman, menyerang Portugis di Malaka. Alauddin Ri’ayat Syah digantikan Oleh Sultan Ali Ri’ayat Syah (1568-1573), kemudia Suktan Seri Alam, Sultan Muda (1604-1607), dan Sultan Iskandar Muda, gelar Mahkota Alam (1607-1636).
Dari kesultanan ini Islam tersebar ke berbagai negeri-negeri Melayu laiinya.terutama ketika kesultanan itu dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637). Seluruh serangan yang dilancarkan pihak Portugis dapat ditangkis oleh Sultan-sultan Aceh. Kesultanan Aceh Darussalam didirikan diatas dasar Islam, Islamlah yang menjadi dasar bagi adanya kekuasaan kesultanan itu. Dengan demikian penguasa kesultanan Aceh tidaklah terjerat oleh keharusan untuk melanjutkan sistem dan tradisi lama, melainkan mendapatkan kesempatan untuk merumuskan tradisi baru yang relatif terlepas dari keharusan doktrin dan kenyataan sosial yang ada sebelumya, demikianlah sementara definisi keIslaman diteguhkan, yang ,mencapai puncaknya di abad ke- 17, pengaturan sistem kekuasaan yang relevanpun dirintis pula.
b.    Kejayaan Aceh dalam Bidang Ekonomi, Politik, dan Agama
Kesultanan Aceh Darussalam menjadi kerajaan Islam terbesar di               Nusantara dan kelima terbesar terbesar di dunia pada abad ke 15 M. Pendapat senada juga dikemukakan oleh A.H. Johns bahwa Aceh adalah negara kota Islam terpenting didunia Melayu antar abad ke- 15 dan 17 di samping Malaka. Kemajuan kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada abad ke- 17. Ketika malak jatuh pada tahun 1511, daerah pengaruhnya disumatra mulai melepaskan diri. Dibawah pimpinan Sultan Mughayat Syah (1511-1530), Aceh mulai melebarkan kekuasaannya kedaerah sekitarnya., bahkan kesultanan ini berhasil mengusir Portugis dar Pasai tahun 1524. Pada puncak kemegahannya, hegemoni politik kesultanan ini mencapai pesisir barat Minangkabau dan mencakup Pedir, Pasai, Perlak, Deli, Johor, Kedah, Pahang, dan lain-lain.
Aceh merupakan negeri yang kaya dan makmur pada masa itu. Aceh dikenal memiliki sumber daya alam yang kaya, yang juga dikenal sebagi penghasil kapur barus dan menyan, juga dikenal sebagai penghasil Timah dan rempah-rempah seperti, lada dan kopi. Aceh juga menempati tempat yang strategis dengan posisinya sebagai pusat pelabuhan dagang dan jalur transportasi dengan negara-negara lain. Letak strategis pusat pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam ditambah lagi oleh kekayaan sumber daya alamnya telah pula menghantarkannya menjadi negara kota yang makmur dan sejahtera.
Dilihat dari aspek perkembangan agama islam, peran Aceh tidak dapat diabaikan. Seiring dengan kemajuan dan kemakmurannya dalam bidang ekonomi, politik dan budaya, maka perkembangan pemikiran keagamaan serta penyebaran dakwah islampun semakn meningkat. Kemajuan kerajaan Aceh dalam bidang agama ditandai dengan munculnya Aceh sebagai kiblat pengajaran Islam. Aceh ketika itu mencari center ilmu pengetahuan di Asia Tenggara yang melahirkan nama-nama para intelektual Muslim atau ulam-ulamaterkenal seperti Hamzah Fansuri (w. 1660), syamsudin al-Sumatrani (w. 1630), Nuruddin al-Raniri (w.1657), dan Abdul Rauf al-Sinkili (w. 1660). Sekitar abad ke 17/18 M, keempat tokoh telah mewarnai sejarah pemikiran keagamaan kesultanan Aceh. Dua nama terakhir, al-Raniri dan al-Sinkili, adalah dua dari tiga rantai utama dari jaringan ulama diwilayah Melayu Indonesia Timur Tengah yang mempunyai peranan penting dalam menghadirkan pembaharuan-pembaharuan keagamaan, dan dalam pembawa tradisi besar Islam ke wilayah Melayu Indonesia dengan menghalangi kecendrungan kuat pengaruh tradisi lokal kedalam Islam.
Selain itu, Aceh berperan pula sebagai pintu gerbang ketanah suci bagi para penziarah dan pelajar jawi yang menuju ke Mekkah, Madinah dan pusat-pusat pengetahuan di Mesir serta bagian-bagian lain dari kesultanan Turki, sehingga tak heran bila Aceh dijuluki dengan nama ‘’Serambi Mekkah’’ peran ini membuat Aceh berhubungan erat dengan kota-kota pelabuhan Muslim yang lain di Nusantara. Singkatnya kehidupan intelektual keagamaan berkembang sangat baik dikesultanan ini sehingga menjadikannya berfungsi sebagai center intelektualisme Islam abad ke- 17, sebagai pusat berkembangnya ajaran dan pemikiran Islam di Asia Tenggara.
Di masa Sultan Iskandar Tsani, para ulama besar mulai meletakkan dasar corak pengetahuan sosial. Diantaranya adalah kemitraan antara pemegang otoritas politik dan pemegang otoritas spritual di seluruh tingkat pemerintahan. Seorang sultan bukan saja harus didampingi oleh seorang kadhi Malikul Adil , seorang pejabat negara dan persoalan hukum, dan seorang ulama besar, sebagai penasehat rohani. Namun demikian dengan wewenang antara kedua wilayah ini tidaklah sama sekali terpisah. Sering kali sebelum Sultan atau uluebalang membuat putusan, ia harus terlebih dahulu bermusyawarah dengan para ulama dan orang-orang tua. Dengan demikian dapat dipertimbangkan apakah suatu putusan sah atau tidak menuntut pandangan agama, sehingga pengaruh islam sangat besar pada adat istiadat Aceh.
Dalam pengaruh seperti ini, semakin terlihat kedudukan stretegis dan peranan penting yang dimainkan ulama dalam mewarnai pemerintahan ke arah yang lebih Islam. Di zaman ini terutama, ulama-ulama besar Aceh menghasilkan karya-karya besar yang modial yang selanjutnya mempengaruhi pemikiran Islam di seluruh Nusantara. Saat itu terdapat jumlah karya-karya keagamaan yang mencolok menuntut standar Melayu yang dhasilkan di bawah pengawasannya, baik yang orisional atau berbentuk terjemahan.
c.     Empat Ulama Besar Aceh
Seperti diuraikan di atas, Aceh dalam sejarahnya pernah menjad center ilmu pengetahuan di Asia Tenggara yang melahirkan nama-nama para intelektual Muslim atau ulama-ulama terkenal seperti Hamzah Fansuri (w. 1600), Syamsuddin al-Sumatrani (w. 1630), Nuruddin al-Raniri (w. 1657), dan Abdul Rauf al-Sankili (w. 1660).
Hamzah Fansuri adalah seorang sufi terkemuka sastrawan besar, pengembara dan ahli agama. Dia di lahiri di tanah Fansuri atau barus, dan diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 dan 117m. Hamzah Fansuri mempelajari tasawuf setelah menjadi angota tarekat qodiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qhodir Jailani dan di dalam tarekat ini pula ia dibai’at. Setelah mengembara keberbagai pusat ilmu seperti Baghdad, Mekkah, Madinah, dan Yerussalem, dia kembali ke tanah air serta mengembangkan nya ajaran tasawuf sendiri. Tasawuf yang dikembangkannya banyakk yang dipengaruhi pemikiran Wujudiyah Ibnu Arabi.
Ada tiga risalah tasawuf karangan al-fansuri yang dijumpai yaitu syarab al-‘Asyiqin , (minuman orang birahi), Asrar al-Arifin(rahasia alhli Maa’rifat) dan al-muntahi. Selain itu juga dijumpai tidak kurang dari 32 ikatan-ikatan atau untaiyan syair yang diubahnya. Syair-syairnya diangap sebagai syair melayu pertama yang ditulis dalam bahasa melayu. Begitu pula karyanya Syarb al-Asyiqin, oleh al-Attas dianggap sebagai risalah keilmuan pertama yang ditulis dalam bahasa melayu baru.
Hamzah fansuri mempunyai kedudukan yang penting dalam pemerintahan. Kedudukan mereka( Syamsudin dan Hamzah) syekh al islam  dikesultanan Aceh, memungkinkan mereka untuk menguasai kehidupan religio-intelektual kaum muslim kesultanan aceh dan menyebar luaskan paham  wujudiyah ini sebelum kedatangan Ar-raniri. Mengingat karya-karyanya dia di anggap sebagai salah seorang tokoh sufi awal paling penting diwilayah melayu-indonesia dan juga sebagai seorang perintis terkemuka tradisi kesusuteraan melayu.
Sedangkan syasudin memegang jabatan sebagai penasehat agama dikesultanan Aceh, Syamsudin termasuk dalam aliran pemikiran keagaman yang sama dengan Hamzah, yaitu sama-sam pendukung paham wahdat al-wujud.
Periode sebelum kedatangan Ar-raniri merupakan masa dimana islam mistik, terutama dari aliran wujudiyah berjaya, bukan hanya di Aceh tetapi banyak dibagian di Nusantara. Setelah kedatangan Nuruddin ar-raniri, muncul gerakan-gerakan pembahasan tasawuf yang hasilnya adalah munculnya suatu bentuk tasawuf yang di istilahkan dengan neo-sufisme, yaitu suatu bentuk tasawuf yang merekonsiliasi(memadukan) dan mengharmoniskan anatara syariat dan tasawuf.
Dengan posisinya sebagai syekh al-islam dikesultanan Aceh, Ar-Raniri berhasil mendapat dukungan politik dan Iskandar Tasani dan ajarannya berhasil mendominasi wilayah kesultanan melalui metode debat yang selalu ia menangkan atas toko-tokoh pengikut dua sufi sebelumnya. Menurutnya Islam diwilayah ini telah dikacaukan oleh kesalah paham atas doktrin sufi.
Ar-Raniri hidup selam tujuh tahun di Aceh sebagai seorang Alim, multi dan penulis produktif. Ar-Raniri mencurahkan banyak tenaganya untuk menentang paham wujudiyah. Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan mengeluarkan fatwa yang mengarah pada semacam pemburuan terhadap orang-orang yang sesat, membunuh orang-orang byang melepaskan keyakinan dan meninggalkan praktek sesat mereka dan membakar hingga menjadi abu seluruh buku-buku tokoh sufi sebelumnya.
Ulam besar Aceh lainnya adalah Abdurrauf al-sinkili. dia hidup dalam 6 priode kesultanan Aceh: Sultan Iskandar Muda, Iskandar Tsani, Sultana Safi’at al-din, Sultana Naqiyat al-din, Sultan Zakiyat Al-din dan Sultana Kamala Al-din. Posisi al-sinkili sebagai seorang Alim dam mufti dari sebuah kesultanan yang besar seperti, Aceh yang pernah belajar di Mekkah dan Madinah, mempunyai beberapa dengan ulama dari berbagai Negara sertya menjadi Halifah Tareqat Syattariyah, telah membuatnya bukan hanya mempunyai legitimasi keagamaan yang otoritatif tetapi juga legitimasi politik yang kuat. Al-sinkili menafsirkan kembali doktrin wujudiyah  secara ortodoks (murni). Menurutnya, bathin yang dicita-citakan seorang Salif  tidak akan tercapai bila meninggalkan ketentuan-ketentuan syariah seperti kewajiban Shalat, Haji, dan Lain-lain.
Al-singkili jelas punya pengaruh yang sangat luas melampaui negeri asalnya (Aceh). Hal ini karena Aceh menjadi tempat pemukiman sementara bagi para Jama’ah Haji maupun Pelajar yang belajar haramayn ketika mereka menuju atau kembali dari Arab.
Pengaruh Al-singkili diperluas oleh murid-muridnya seperti Syekh Abd Al-Muhyi yang berhasil menyebarkan semangat baru islam ini ke daerah asalnya jawa barat, kemudian merembes kejawa Tengah dan ke Jawa Timur. Murid beliau lainnya adalah Burhanudin dari minang kabau bersama 4 orang temannya. Setelah ditunjuk sebagai khalifah tarekat sattariyah oleh Al-Singkili, Burhanudin yang juga terkenal sebagai tuanku Ulakan segera mendirikan suraunya. Yang terbukti yang menjadi salah satu sarana yang paling efektif dalam proses tranmisi gagasan-gagsan baru islam itu. Selama masa hidupnnya suraunya itu dianggap sebagai pemegang otoritas tunggal dalam masalah-masalah keagamaan di minangkabau. Dia sendiri di anggap sebagai pemimpin masyarakat muslim dikala itu.
Al-Saingkili juga orang pertama yang menuliss Tafsir lengkap Al-Qur’an dalam bahasa melayu dengan judul tarjuman al-Mustafid. Dia jugalah orang yang pertama diwilayah melayu Indonesia yang menulis Fiqh Muamalah melalui karyanya mirat al-Thullab dan miratut Thullab yang tidak hanya membhas tentang Ibada melaikan mengemukakan Aspek muamalat, termasuk kehidupan sosial, ekonomi, dan keagamaan kaum muslim.
Bila dilihat pada misi dan pemikiran Ar-Raniri dan Al-Singkili keduanya mempunyai misi dan pemikiran yang sama yaitu sama-sama menekankan kemurnian ajaran islam sesuai dengan ajaran dasarnya. Namun penempuh pendekatan yang berbeda. A;-Singkili lebih bersikap toleran terhadap pemikiran dan praktek sufisme heterodoks yang pantheistic. Baginya tidklah cepat misalnya mengkafirkan sesama muslim sebagaimanayang dilakukan ar-Raniri terhadap pengikut Hamzah maupun Syamsudin. Disamping itu,dia lebih cenderung persuasi dan ia logis sehingga lebih dapat diterima oleh masyarakatnya oleh rasional dan berdampak positif terhadap penyebaran dan kesinambungan misi gagasan Neosufisme. Sebaliknya Ar-raniri bersikap radikal dan menggunakan pendekatan politis dengan berpegang pada patronase (perlindungan) penguasa, Iskandar Tsani sehingga ia pun diterima secara Emosional.
d.    Masa Kemunduran Kesultanan Aceh Darussalam
Aceh mulai mengalami kemunduran setelah sultan Iskandar Tsani berpulang ke rahmatullah.  Sebagaimana penggantinya, beberapa orang Sultanah (pemimpin wanita) menduduki singgah Sanah pada tahun 1641-1699. Mereka adalah Sultanah Safi’at Al-din, Sultana nakiyat aldin, Sultanah zakiyat aldindan sultanah kamalah aldin. Kepemimpinan para sultanah iini mendapat perlawanan dari kaum ulama wujudiyah  yang berujung dengan kedatangannya dari Mufti dari mekkah yang menyatakan keberatannya akan kepemimpinan wanita. Padahal menurut satu sumber sultanah safi’at al-din adalah seorang wanita yang cakap. Ia adalah putri Iskandar muda dan menjadi istri sultan iskandar Tsani. Ia disebut sebagai menguasai enam bahasa, spayol, belanda, aceh, melayu, arab dab parsia.
Pada masa pemerintahan sulatanah ini, beberapa wilayah taklukan lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Meski upaya pemulihanyang dilakukan, namun todak banyak mendapat kemajuan. Menjelang abad le 18 kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam, aaceh tidak lagi memiliki kepemimpinan yang tangguh, aceh mengalami kemerosotan ekonomi dan politik, selain itu wacana pemikiran isalam yang sempat berkembang pesat mengalami kemunduran,
Kemunduran kesultanan Aceh disebabkan oleh faktor internal juga sangat dipengarihi oleh faktor Eksternal sejak awal abad 16, kesultana aceh  kekuasaan yang berkepanjangan, pertama dengan Portugis lalu sejak abad ke 18 dengan Inggris dan Belanda. Pada akhir abad ke 18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya dikedah dan pulau pinang disemananjung pada Inggris. Melalui Anglo-Dutch Traty pada tahun 1824, inggris dan belanda menetapkan dimarkasi bagi wilayah pengaruh mereka dikepulauan melayu. Inggris mengklaim bahwa Aceh adalah wilayah jajahan mereka, meskipun hal itu tidak benar. Pada tahun 1871, Inggris membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh. Aceh kemudian terlibat perang berkepanjangan namun Aceh tidak pernah dapat ditaklukkan secara total oleh belanda. Sehingga saat Indonesia tahun 1945, Aceh masih menjadi sebuah Negar yang berdaulat.




           BAB III
PENUTUP
A.      Penutup
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan, Perkembangan Islam pada Masa Kesultanan di Asia Tenggara berjalan dengan baik dan tidak ada kekacauan ataupun keributan. Perkembangan Islam disini berkembang secara bertahap-tahap. Dimana Kesultanan disini yang terkenal sebagai Institusi Politik Islam. Yang pertama menerima Islam yaitu Aceh Darussalam, orang Arab berdagang ditempat tersebut dan memiliki Misi untuk mengIslamkan penduduk setempat, dan cara lain yaitu, dengan mengajarkan lembaga Pendidikan Islam dan yang berhubungan dengan Pegetahuan seperti, Ilmu Kalam, Ilmu Agama,Filsafat, dll.
Dan selanjutnya perkembangan Islam dikesultanan Kerajaan Malaka sangat cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari Kerajaan Samudera Pasai yang tidak saing. Aceh merupakan negeri yang kaya dan makmur Aceh dikenal memiliki sumber daya alam yang kaya, yang juga dikenal sebagi penghasil kapur barus dan menyan, juga dikenal sebagai penghasil Timah dan rempah-rempah seperti, lada dan kopi. Aceh mulai mengalami kemunduran setelah sultan Iskandar Tsani dia meninggal dunia, faktor tersebut adalah faktor eksternal dan internal. . Pada akhir abad ke 18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya dikedah dan pulau pinang disemananjung pada Inggris. Dan akhirnya Inggris dan belanda mengaku bahwa Aceh Darussalam adalah wilayah penjajahan mereka.
B.      Saran
Penulis menyadari tentunya Makalahini jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah swt. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikannyayang bersifat membangun dari dosen dan para pembaca agar dapat kedepannya menjadi lebih baik lagi. Pemakalah juga mengharapkan bimbingan dan pengajaran yang lebih mendalam dari dosen pembimbing dalam mata kuliah study Islam Asia Tenggara ini.
Mudah-mudahan makalah ini bemanfaat, bisa menambah ilmu dan wawasan kita.
                                                                              

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda!!



Pengikut

Costomer Service

Tayangan Laman

Blog Archive

Translete

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Auto Ping

Ping your blog, website, or RSS feed for Free Ping your blog, website, or RSS feed for Free