Tak Ada Arah

Rabu, 30 November 2011

Jikalau kita sedang prustasi....
Apa yang akan kamu lakukan..
Apakah akan semangat kembali..

terus terang saya sangat prustasi..
disaat hidup kita ditinggalkan....
dan diacuhkan...

banyak yg harus...
kita renungkan..
tapi...

apa yang kita cari mendapatkan kebuntuan...
masalah terus bertambah..
pekerjaan pun menumpuk...

wahh..
menyebalkan....
bila terus begini..
dan terus begini....

tak punya tujuan..
itu bukanlah hidup...

yang hidup itu ..
memiliki banyak cara...
untuk menempuh satu tujuan...


READ MORE - Tak Ada Arah

SOLUSI DISAAT PRUSTASI

Jikalau kita sedang prustasi
READ MORE - SOLUSI DISAAT PRUSTASI

("PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI DALAM PERBANKAN")

BUNGA VS RIBA


A.       Latar Belakang

Bank berdasarkan prinsip syari’ah atau bank islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary instution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkanya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau LPS principle). Seperti juga bank konvensional, selain memberikan jasa-jasa pembiayaan bank, bank syariah juga memberikan jasa lain. Menurut hemat penulis, jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah jauh lebih beragam dari pada bank konvensional.
Bunga adalah balas jasa atas pinjaman uang atau barang yang dibayar oleh debitor. Sedangkan bagi hasil memakai sistem nisbah, arti nisbah adalah rasio perbandingan untuk pembagian keuntungan atau pendapatan antara pihak dalam akad bagi hasil (mudharabah atau musyarakah). Contohnya, bila disebut nisbah tabungan 30% : 70%, itu artinya bagian keuntungan nasabah 30% dan untuk bank 70%.
Perlu kita ketahui bunga itu adalah riba, karena alasannya bunga selalu menguntungkan pemilik modal karena sudah adanya flat atau patokan dan bunga tidak adanya kesepakatan atau akad antara pemilik modal dan pengelola modal, karena itu sering kali para pengelola dana itu keberatan pada saat pembayaran karena merasa mendapat kerugian, inilah permasalahannya pada bunga.
Secara yuridis majelis ulama (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait haramnya bunga bank pada tahun 2003, yang isinya adalah: Pertama, Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yangdikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan secara pasti dimuka dan pada umumnya dimuka. Kedua, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Ketiga, praktek pembungaan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainya maupun dilakukan oleh seseorang secara individual.

B.     Bunga

1.         Pengertian Bunga
Bunga merupakan hal penting bagi suatu bank dalam penarikan tabungan dan penyaluran kreditnya. Penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu dihubungkan dengan tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya (cost of fund) yang harus dibayarkan kepada penabung, tetapi di lain pihak dapat juga merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitor karena kredit yang diberikannya.
Besarnya bunga ini adalah selisih yang dikembalikan dengan yang dipinjam. Misalnya dipinjam dari bank sebesar Rp 500.000,00 untuk kemudian dikembalikan sebesar Rp 525.000,00. Jadi, besarnya bunga adalah Rp 525.000,00 – RP 500.000,00 = Rp 25.000,00 atau sebesar 5%.[1]
Untuk jelasnya, beberapa definisi mengenai pengertian bunga :
Ø  Bunga  adalah balas jasa atas pinjaman uang atau barang yang dibayar oleh debitor kepada kreditor (Drs. H. Malayu S.P Hasibuan – Manajemen Perbankan, 1997 : 125 ).
Ø  Rate of Interest adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu (Dr. Boediono – Ekonomi Moneter, 1992:2 ).

2.         Teori Bunga
a.          Teori Nilai
Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa nilai sekarang (present value) lebih besar daripada nilai yang akan datang (future value). Perbedaan nilai ini harus mendapat penggantian dari peminjam atau debitor. Penggantian nilai inilah yang dimaksudkan dengan bunga. Jadi menurut teori ini, bunga merupakan pengganti atas perbedaan nilai tersebut. Bunga adalah besarnya penggantian perbedaan antara nilai sekarang dengan nilai yang akan datang.
b.         Teori Pengorbanan
Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengorbanan yang diberikan seharusnya mendapatkan balas jasa berupa pembayaran. Teori ini mengemukakan bahwa jika pemilik uang meminjamkan uangnya kepada debitor, selama uangnya belum dikembalikan debitor atau bank, kreditor tidak dapat mempergunakan uang tersebut. Pengorbanan kreditor inilah yang harus dibayar debitor. Pembayaran inilah yang disebut bunga.
c.          Teori Laba
Teori ini mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba (spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya. Misalnya bank akan menerima deposito dan jenis tabungan lainnya dan akan membayar bunga atas deposito dan tabungan lainnya tersebut karena bank itu akan memperoleh laba dari pemberian kredit. Spread Profit bank sama dengan price credit dikurangi dengan cost of moneynya. Masyarakat SSU yang cara menabungnya bersifat non-produktif atau hoarding (idle money) menjadi efektif produktif apabila salahsatu motifnya untuk memperoleh laba dari tabungan yang dilakukannya. Jadi laba merupakan pendorong bagi terciptanya bunga baik bagi pengusaha, maupun bagi SSU untuk menabungkan uangnya secara efektif dan produktif.[2]
d.         Teori Klasik
Teori ini dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam teori Liquidity Preference. Teori klasik menjelaskan bahwa semakin lama jangka waktu kredit, suku bunganya semakin besar. Hal ini disebabkan semakin singkat pinjaman maka orang merasa semakin likuid. Teori ini pada dasarnya hanya dapat diterapkan dalam kondisi moneter dan perbankan yang normal.
e.          Teori Kelompok Pasar
Teori Kelompok Pasar (The Preferred Market Habitat Theory ) mengemukakan bahwa jika permintaan pasar kelompok dana besar untuk jangka waktu 1 bulan tingkat bunga 1 bulan akan lebih besar dari pada tingkat suku bunga 3 bulan. Alasannya adalah peranan harapan masuk sulit dan hubungan kelompok sangat  menentukan.
f.          Teori Paritas tingkat Bunga
Menurut teori ini, tingkat bunga penting dalam sistem devisa bebas. Dalam hal ini paritas tingkat yang besarnya dalam negara yang menganut devisa bebas.

Rumus Umum Perhitungan Bunga
                   
Bunga
=
Pinjaman X Hari
X
Tingkat Suku Bunga

360
100

       
Indikator Tingkat Bunga
1.         Penawaran dan permintaan kredit
2.         Kondisi perekonomian
3.         Tingkat risiko kredit
4.         Kebijakan moneter pemerintah
5.         Tingkat Inflasi
6.         Cost of money
7.         Tingkat persaingan antar bank
8.         Gejolak moneter internasional
9.         Situasi pasar modal nasional dan internasional

Dasar Penentuan Tingkat Bunga Kredit Bank
  Bank dalam operasionalnya berfungsi untuk:
1.         Mengumpulkan dana dan membayar bunga (cost of fund) kepada nasabahnya;
2.         Menyalurkan kredit dan menerima bunga (pricing dredit) dari debitornya;
Oleh karena itu, pendapatan bank baru ada jika pricing cridit lebih besar dari cost of fund. Agar bank memperoleh pendapatan, perlu ditentukan tingkat suku bunga kredit (SB kredit). SB Kredit ditentukan oleh tiga komponen yaitu : Cost Of Fund (COF); overhead Cost (OHC) dan Spread Profit (SP).[3]

SB Kredit – COF + OHC + SP

C.       Riba

Pengertian Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa’), dan membesar (Al-‘Uluw).[4]
Menurut bahasa, riba artinya tambahan (ziyadah). Dalam fikih muamalah, riba berarti tambahan yang diharamkan yang dapat muncul akibat utang atau pertukaran. Menurut ulama Wahid Abdus Salam Baly, riba adalah tambahan (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang disyaratkan.[5]
Imam Sarakhzi mendefinisikan riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (‘Iwad ) yang dibenarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.
        Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti (‘iwad ) yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, di mana dalam transaksi tersebut ada faktor penyeimbanganya berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya. (Antonio,1999).[6]
Rasulullah mengajarkan para pedagang agar para pedagang senantiasa bersikap adil, baik, kerjasama, amanah, tawakkal, qana’ah, sabar, dan tabah. Sebaliknya beliau juga menasihati agar pedagang meninggalkan sifat kotor dalam perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi merugikan diri sendiri dunia ukhrawi. Akibatnya kredibilitas hilang, pelanggan lari, kesempatan berikutnya sempit.
Rasulullah tidak saja meletakan dasar tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga lembaga itu sendiri. Misalnya, pasar tidak akan berjalan dengan baik tanpa akhlak yang baik.[7]
1.         Larangan Riba
Larangan Riba dalam alqur’an dilakukan melalui 4 (empat) tahap.
1.         Tahap 1 (QS 30:39)
“dan sesuatu riba (tambaahan) kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak menambah dalam pandangan allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhoan allah, naka itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahala)
Dalam ayat yang diturunkan pada periode mekah ini, manusia diberi peringatan bahwa pada hakikatnya riba tidak menambah kebaikan disisi Allah, belum berupa larangan yang keras.
2.         Tahap 2 (QS 4:161)
“Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak syah (bathil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka azab yang pedih.
Ayat yang diturunkan pada periode madinah ini memberikan peljaran kepada kita mengenai perjalanan hidup orang Yahudi yang melanggar larangan Allah berupa riba kemudian diberi siksa yang pedih.
3.         Tahap 3 (QS 3:130)
“wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Larangan riba telah mulai ditetapkan secara lebih jelas, walaupun pelarangan masih terbats pada riba yang berlipat ganda.[8]
4.         Tahap 4 (QS 2:278-280)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkannlah riba (yang belum dipungut) jika kuamu orang yang beriman.”
“Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka ununkanlah perang dari Allah dan RasulNYA, tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan).”
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah temggamg waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Ayat diatas merupakan tahapan terakhir riba yaitu ketetapan yang menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa semua praktik riba itu dilarang (haram), tidak peduli pada besar kecilnya tambahan yang diberikan karena Allah hanya memperbolehkan pengembalian sebesar pokoknya saja. Bagi yang tetap memungut riba, ada ancaman yang sangat keras yaitu Allah dan rasul akan memeranginya.
Sebagian manusia masih memperdebatkan dan menganggap riba sama dengan jual beli, tetapi Allah menetapkan dengan jelas dan tegas bahwa riba tidak sama dengan jual beli. Jual beli diperbolehkan (halal) sementara riba dilarang (haram).[9]
“… Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dam mengharamkam riba. Barang siapa yang mendapatkan peringatan dari tuhan-NYA lalu di berhenti, maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah ….” (QS 2:75)
2.         Jenis  Riba
1.         Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah adalah riba yang muncul karena utang-piutang, riba nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit atau utang-piutang dimana satu pihak harus membayaar lebih besar dari pokok pinjamanya, kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga/ interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apapun (fixed rate / floating rate), besar atau kecil semuanya itu tergolong riba; sesuai (QS 2:278-280).
Kelebihan tersebut dapat berupa suatu tambahan atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan pada orang yang berhutang. Untuk kelebihan jenis ini ada yang menyebutnya riba qard. Misalnya bank sebagai kreditor memberikan pinjaman dan mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya ditentukan terlebih dahulu diawal transaksi (sebagai kelebihan dari pokok pinjamannya), bunga inilah yang termasuk dalam jenis riba nasi’ah. Demikian juga bunga yang dibayarkan bank pada deposito atau tabungan nasabahnya.[10]
2.         Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter.
Riba fadhl dapat terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dari tangan ketangan (tunai) atau kredit. Contoh: menukar perhiasan perak seberat 40 gram dengan uang perak (dirham) senialai 3 gram. Selain itu riba Fadhl juga dapat terjadi dari pertukaran/barter barang yang tidak sejenis yang dilakukan secara tidak tunai. Contoh: transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
Yang dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fikih (fuqaha) sepakat ada tujuh barang ribawi, sebagaimana tertuang dalam teks hadis, yaitu: emas, perak, jenis gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering, dan garam.
Namun para fuqaha berbeda atas pendapat ini. Mazhab hanafi dan hambali memperluas konsep benda ribawi pada benda yang dapat dihitung melalui satuan timbangan atau takaran; Mazhab syafi’I memperluas pada mata uang (an-naqad) dan makanan (al-ma’thun) mazhab maliki memperluas konsep benda ribawi pada mata uang dan sifat al-iqtiyat (jenis makanan yang menggunakan badan), dan al-iddihar (jenis makanan yang dapat disimpan)
Pertukaran barang sejenis mengandung ketidak jelasan (gharar) bagi kedua belah pihak yang bertransaksi atas nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidaakjelasan ini dapat merugikan salah satu pihak, sehingga ketentuan sari’ah mengatur kalaupun akan dipertukarkan harus dalam jumlah yang sama; jika ia tidak mau menerima dalam jumlah yang sama karena menganggap mutunya berbeda. Jalan keluarnya adalah barang yang dimilikinya dijual terlebih dahulu kemudian dari uang yagn didapat digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkannya.[11]
3.         Barang-barang Pokok yang menjadikan Praktik Riba
Barang-barang tersebut adalah emas, perak, gandum, sya’ir, tamr (kurma), dan garam. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (jewawut) dengan Sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai, dan melalui serah terima. Jika berlainan jenis, kalian boleh jual sekehendak kalian, asalkan tunai.” (HR. Imam Muslim)
Kemudian para ulam, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in mengqiyaskan segala hal yang mempunyai pengertian dan ‘illah sama, baik berupa barang takaran, timbangan yang berwujud makanan atau miniman,” kata sayyib bin Musayyab.[12]
4.         Beberapa Makanan yang Tidak Berlaku padanya Praktik Riba
Buah-buahan dan sayur-sayuran tidak berlaku padanya praktik riba, karena satu sisi, kedua barang tersebut dapat disimapan di gudang, dan disisi lain kedua barang tersebut pada zaman dahulu bukan termasuk barang takaran maupun timbangan.
Seperti halnya kedua barang tersebut bukan termasuk makanan pokok. Dan telah ada nash sharih yang bersumber langsung dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam.[13]
D.       Fakta Bunga VS Riba
Masyarakat umum banyak yang belum mengetahui bunga itu haram, akan tetapi bagi hasil apakah sudah mengikuti prinsip syari’ah.?  Dapat kita lihat dari teori-teori yang begitu baik, akan tetapi tidak berjalan dengan praktiknya:
Pada perjalanan perbankan syari’ah di indonesia memang belum murni syari’ah, dan itu bisa dibuktikan dengan satu produk perbankan syari’ah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak. Dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal pada pengelola modal (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum Mudharabah :
ü  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai; dapat berupa uang dan barang yang dinyatakan nillainya dalam satuan uang. Apabila modal diberikan secara bertahap, harus jelas tahapanya dan disepakati bersama.
ü  Hasil dari pengelola modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungandari keuntungan proyek (profit loss sharing).
ü  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Selaku pemilik moda, bank menanggung seluruh kerugian, kecuali akibat kelalian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyakahgunaan dana.[14]
Yang menjadi permasalahan dari itu adalah berbagi hasil untuk mudharabah itu sangat sulit untuk dilakukan, karena dalam penghitungan nisbah bagi hasil 70:30, 70 untuk pengelola dana 30 untuk pemilik dana. Dan itu harus dikalkulasikan ketika waktu pembayaran. Dan para pengelola dituntut untuk jujur dalam pengembalian pembiayaan.
Kita contohkan pedagang gorengan yang meminjam uang pada lembaga syari’ah seperti (lembaga keuangan mikro syari’ah), mereka meminjam sebesar Rp. 1.000.000 dengan nisbah bagi hasil 80:20. 80 untuk bagian penjual gorengan dan 20 untuk  (pemilik modal), akan tetapi apa bisa penjual gorengan itu membuat laporan, bukan laporan yang bagus tapi laporan yang  benar dan jujur, karena kejujuranlah yang dicari. Disitulah kesulitanya, makanya perbankan dan lembaga masih memflat (mematok) keuntungan.
Jadi apa bedanya bunga dan riba jikalau masih sama sistemnya seperti konvensional dalam masalah keuntungan, akan tetapi pada dasarnya keduanya itu memang memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu adanya akad antara peminjam dan pemilik modal. Dari itulah lebih baik perbankan syari’ah dari pada perbankan konvensional.
Tapi memang seperti itu termasuk dalam kategori riba, mudah-mudahan kedepanya masyarakat akan bisa menyadari betapa pentinngnya kesadaran untuk menjalankan konsep syari’ah yang begitu baik dan bermutu akan tetapi prakteknya yang belum semestinya.
E.        Kesimpulan
Secara yuridis majelis ulama (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait haramnya bunga bank pada tahun 2003, yang isinya adalah: Pertama, Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yangdikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan secara pasti dimuka dan pada umumnya dimuka. Kedua, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Ketiga, praktek pembungaan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainya maupun dilakukan oleh seseorang secara individual.
Berarti memang sangat jelas bahwa riba itu diharamkan, walaupun dalam prakteknya masih sama dengan konvensional, tetapi perbankan dan lembaga keuangan syari’ah adalah solusinya, mereka mengambil keuntungan minimum bahkan sangat minimum berdasarkan kesepakatan bersama dalam akad, adanya saling ridha itulah makanya perbankan syari’ah contoh nya Bank Muamalat (BMI). Bank ini berdiri pada tahun 2001, pada tahun 1997 mungkin bisa dikatakan sebagai hikmah tersembunyi. Sebab melalui krisis tersebut Allah seolah ingin menunjukan bahwa syari’ah nya begitu berkah. Bayangkan saja saat itu neraca keuntungan seluruh Bank konvensional rugi besar , kalau tidak mau rugi besar kalau tidak mau dikatakan bangkrut. Karena terjadinya negative spread.
 Negative spread ini terjadi karena ketika meminjamkan dana mereka mengambil hak allah dengan memastikan mereka akan untung, mereka berani memberikan bunga. Padahal ingat, setiap usaha bisa untung dan bisa rugi, tak mungkin akan untung terus-menerus. Dan karena keyakinan akan untung terus, mreka berani menjanjikan bunga hingga 70% kepada penyimpan dana.[15]
Akan tetapi Bank Muamalat selamat dari krisis itu, maka dari itulah hal yang demikian itu memang belum murni syari’ah, tetapi mereka itu menuju kesana untuk pembentukan kejujuran yang baik untuk para pengelola dana.
Saran untuk kedepanya agar Bank syariah diseragamkan seperti halnya perjanjian-perjanjian baku yang dipakai oleh bank-bank syari’ah dengan para nasabahnya untuk bisa bertransaksi. Bank Indonesia memiliki otoritas yang berkewajiban dan bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan bank-bank, seyogyanya mengatur klausul-klausul yang boleh dan tidak boleh dimuat dalam perjanjian-perjanjian baku, bukan saja yang digunakan bank-bank syari’ah tetapi juga yang digunakan oleh bank-bank konvensional.[16]

DAFTAR PUSTAKA
1.      H. Malayu S.P Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008
2.      Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2011
3.      Dwiono Abu Muhammad, Selamat Tinggal Bank Konvensional,Tifa Publishing House, 2009
4.      Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,2007
5.      Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2011
6.      Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, fiqih wanita, Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar, 2008
7.      Ahmad roddoni – abdul hamid, lembaga keuangan, Jakarta timur: zikrul hakim
8.      Abu Muhammad Dwiono Koesen Al-Jambi,selamat tinggal bank konvensional,jakarta; tifa publishing house
9.      Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukanya dalam tata hukum perbankan indonesia, Jakarta: pustaka utama grfiti, 2007



[1] H. Malayu S.P Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008, hal., 18
[2] Ibid., Hal., 19
[3] H. Malayu S.P Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008, hal., 20

[4] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2011, hal., 74
[5] Dwiono Abu Muhammad, Selamat Tinggal Bank Konvensional,Tifa Publishing House, 2009, Hal., 65
[6] Sri Nurhayati dan Wasilah, Loc.cit.
                [7] Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,2007, hal., 173
                      [8] Sri Nurhayati dan Wasilah, loc.cit
               [9] Sri Nurhayati dan Wasilah, loc.cit
              [10]  Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2011, hal., 75
              [11] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2011, hal., 77
             [12] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, fiqih wanita, Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar, 2008, hal., 649
             [13] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, fiqih wanita, Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar, 2008, hal., 649

            [14]  Ahmad roddoni – abdul hamid, lembaga keuangan, Jakarta timur: zikrul hakim, hal,. 28
[15] Abu Muhammad Dwiono Koesen Al-Jambi,selamat tinggal bank konvensional,jakarta; tifa publishing house hal,. 27
[16]  Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukanya dalam tata hukum perbankan indonesia, Jakarta: pustaka utama grfiti, 2007,. Hal 205

READ MORE - ("PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI DALAM PERBANKAN")

“Manchester United is not always the Winner, but is still the Best.”

Selasa, 29 November 2011

Pernyataan tersebut mungkin terasa janggal. Tapi, inilah yang diyakini oleh lebih dari 330 juta orang di seluruh dunia!Ya, itulah total jumlah para pendukung Manchester United (MU) di seluruh dunia. Dengan jumlah sedemikian besar itu, MU adalah klub sepakbola dengan jumlah pendukung terbanyak di dunia. Bisa Anda lihat sendiri bahwa jumlahnya bahkan jauh melebihi populasi Indonesia.
READ MORE - “Manchester United is not always the Winner, but is still the Best.”

INILAH AKU

Kamu g' tau aku...
Jangan asal-asal bicara dng...

jika memang itu..
terlalu menyakitkan...
maafkan aku..

karna aku tidak pernah menghakimi seseorang..
seperti itu....

READ MORE - INILAH AKU

PERJALANAN HIDUPKU

Senin, 28 November 2011

KADANG!!!
senang...
KADANG!!!
sedih....



tapi.....
banyak kesedihan yang terasa begitu berat...
berat untuk dijalani...
berat untuk ditangisi...




karena ku tau...
aku tak seperti mereka...
yang setiap kebutuhan bisa terpenuhi...

karena ku tau...
aku pun tak merasa iri dengan mereka...
karena dalam perjalanan hidup memang seperti ini....

sadarku pada saat ini...
membuatku lebih semangat untuk..
hidupku yg lebih berarti lagi...

bagaimanapun...
hidupku adalah pengorbanan...
dan pengorbanan membuatku yakin ...
dengan masa depan yang begitu cerah...


READ MORE - PERJALANAN HIDUPKU

zakat


Ayam/Unggas/Ikan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya unta, sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %.
Contoh : harga emas 1 gram = 100.000 nisab = 85 gram X 100.000 = 8.500.000
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
  1. Ayam broiler 5600 ekor seharga Rp 15.000.000
  2. Uang Kas/Bank setelah pajak Rp 10.000.000
  3. Stok pakan dan obat-obatan Rp 2.000.000
  4. Piutang (dapat tertagih) Rp 4.000.000
     Jumlah Rp 31.000.000
  5. Utang yang jatuh tempo Rp 5.000.000
     Saldo Rp 26.000.000
karena saldo lebih besar dari nisab (26.000.000 > 8.500.000) maka peternak tsb wajib membayar zakat Besar Zakat = 2,5 % x Rp. 26.000.000,- = Rp 650.000

READ MORE - zakat


Pengikut

Costomer Service

Tayangan Laman

Blog Archive

Translete

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Auto Ping

Ping your blog, website, or RSS feed for Free Ping your blog, website, or RSS feed for Free